Konservasi Energi

Sektor energi mempunyai peran yang sangat penting dalam mewujudkan pembangunan nasional yang berkelanjutan. Oleh karena itu sesuai dengan visi misi energi pengelolaan , penyediaan dan pemanfaatan energi nasional perlu dilaksanakan secara optimal, arif dan bijaksana yang dilandasi oleh pertimbangan obyektif mencakup aspek: lingkungan, kepentingan antar generasi, kebutuhan energi, sosial politik, geopolitik, dan ekonomi. Keenam aspek tersebut merupakan kriteria penting yang dipersyaratkan dalam pemanfaatan energi untuk pembangunan berkelanjutan.
Sejak awal tahun 2005 negara kita sedang mengalami krisis energi, terbukti dengan kurangnya BBM di daerah-daerah sehingga konsumen banyak yang mengantri untuk mendapatkan BBM serta terjadinya pemadaman listrik dibeberapa daerah tertentu. Krisis ini terjadi kemungkinan disebabkan di sektor supply (pasokan ) dan demand ( kebutuhan ).
Kemungkinan sebab di supply ( pasokan ) adalah

  1. PT. Pertamina sebagai perusahaan monopoli penyedia energi tidak dapat menyediakan energi yangcukup dan murah karena tidak bisa mengeksploitasi sendiri dan ini menyebabkan sedikitnya sumber energi yang dapat disediakan. Kondisi melemahnya nilai tukar rupiah dan naiknya harga minyak dunia menyebakan menurunnya kemampuan PT Pertamina untuk menyediakan BBM. Dengan tidak tersedianya BBM maka akan mempengaruhi kemampuan penyediaan energi listrik oleh PLN.
  2. Masih sedikit sekali pemakaian energi yang menggunakan sumber energi yang dapat diperbaharui sehingga akan mempengaruhi cadangan energi nasional.

Tabel cadangan energi nasional dari energi terbarukan pada tahun 2001
Jenis energi Potensial Equivalen Pemanfaatan Perbandingan
(cadangan/produksi

Tenaga Air      845 juta SBM        75,67 GW         6851 GWJaml       3854 MW
Panas Bumi     219 Juta SBM       19,66 GW         2593,5 GWjam      802 MW
Mikro hydro   458,75 MW         458,75 MW           73 juta ton        54 MW
Biomasa 49,81 GW 302,4 MW
Energi Matahari 4,8Kwjam/m2/hari (1203 TW) 5 MW
Energi angin 3-6 m/dtk   9287 0,5 MW

Sumber : Direktorat Jendral Listrik dan Pemanfaatan Energi- Departemen Energi dan Sumber daya mineral, 2003
Di sektor demand ( kebutuhan ) yaitu

  1. Makin sedikit cadangan sumber energi fosil/hidrokarbon yang tidak dapat diperbaruhi sehingga produksi energi menggunakan sumber daya ini pertumbuhannya tidak sebanding dengan pertumbuhan kebutuhan energi yaitu kebutuhan energi primer pada tahun 2000 kira-kira 5,962 PJ dan diperkirakan pada tahun 2025 menjadi 12,221 PJ ( sumber: Paket Badan Tenaga Atom Nasional, 2003)   Tabel cadangan energi nasional dengan sumber energi fosil tahun 2001

Jenis energi Total Cadangan CadanganTerbukti Produksi Perbandingan(cadangan/produk

1. Minyak 9692 juta barel 4867 juta barel 500 j. Barel 10 tahun

2. Gas 170 TSCF 95 TSCF 2,9 TSCF 30 tahun

3. Batu-bara 38 milyar ton 6,5 milyar ton 73 juta ton 88 tahun

Sumber : Direktorat Jendral Listrik dan Pemanfaatan Energi- Departemen Energi dan Sumber daya mineral, 2003
2.  Meningkatnya kebutuhan energi listrik dari tahun 2000 sebesar 29 Gwe menjadi 100 Gwe pada tahun 2025 ( sumber Paket Badan Tenaga Atom Nasional,                 2003)
3.  Pola konsumsi energi listrik masyarakat Indonesia yang cenderung boros, dikarenakan subsidi yang diberikan oleh pemerintah melalui Subsidi BBM dan               subsidi energi listrk kepada masyarakat.

Dari data kebutuhan energi nasional diatas maka pemerintah perlu melakukan kebijakan pemilihan alternatif sumber energi untuk memenuhi kebutuhan energi secara nasional. Macam alternatif sumber energi yang tersedia seperti terlihat dalam gambar dibawah ini :

Perlu sebuah kebijakan untuk mengatasi kelangkaan energi yang semakin parah dan pertumbuhan energi yang sangat tinggi . Kebijakan yang telah dikeluarkan yaitu Inpres no 10 tahun 2005 tentang penghematan energi perlu didukung semua pihak namun Inpres ini hanyalah langkah yang dilakukan pemerintah guna mengatasi kelangkaan BBM secara parsial dan tidak menyeluruh. Lantas bagaimana dalam jangka panjang, bangsa ini bisa memenuhi kebutuhan energinya yang setiap tahun terus meningkat. Penghematan memang mutlak harus dilakukan namun, pengembangan sumber-sumber energi alternatif yang tentunya bersifat renewable dan ramah lingkungan juga mutlak dikerjakan.
Ada banyak kebijakan yang bias telah diambil oleh pemerintah dalam rangka memperpanjang penggunaan cadangan energi nasional. Kebijakan yang dapat diambil bidang energi adalah :
Alternatif kebijakan yang dapat diambil oleh pemerintah dalam rangka mempertahankan sumber daya alam.
1. Intensifikasi Energi , Adalah kegiatan pemanfaatan energi secara besar-basaran sehingga
2. Diversifikasi Energi, Adalah kegiatan penganekaragaman jenis –jenis energi
3. Harga Energi,   Pengaturan harga energi agar jumlah energi yang dipakai terbatas
4. Konservasi energi, Konservasi energi adalah kegiatan pemanfaatan energi secara efisien dan rasional tanpa mengurangi penggunaan energi yang memang      benar-benar diperlukan untuk menunjang pembangunan nasional. Konservasi ( penghematan ) energi adalah penggunaan energi yang optimal sesuai dengan      kebutuhan sehingga akan menurunkan biaya energi yang dikeluarkan ( hemat energi hemat biaya ). Tujuan konservasi energi adalah untuk memelihara      kelestarian sumber daya alam yang berupa sumber energi melalui kebijakan pemilihan teknologi dan pemanfaatan energi secara efisien, rasional, untuk      mewujudkan kemampuan penyediaan energi. Menunjuk Keppres No. 43/1991, bahwa pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan konservasi energi      dilingkungan Depdiknas menjadi tanggungjawab menteri Pendidikan Nasional, sedangkan secara nasional adalah menjadi tanggung-jawab Menteri Energi dan      Sumber Daya Mineral selaku ketua Badan Koordinasi Energi Nasional. Pelaksanaan program konservasi energi merupakan program yang harus mendapat     dukungan dari seluruh lapisan masyarakat Indonesia terutama para pimpinan yang memegang kebijakan dalam mengambil keputusan, tanpa dukungan dari     masyarakat mustahil tujuan konservasi energi dapat tercapai secara optimal.

Konservasi energi merupakan salah satu langkah kebijakan nasional dan mulai dilaksanakan pada awal pelita III. Kebijakan ini dilaksanakan dengan maksud guna menekan laju pemakaian energi seiring dengan peningkatan produktifitas nasional. GBHN tahun 1993 telah mengamanatkan bahwa untuk menjaga kelestarian sumber daya energi secara optimal, penggunaan peralatan dan teknologi hemat energi dalam kerangka kebijakan energi nasional.
Konservasi sebagai kebijakan nasional dapat ditinjau dari beberapa aspek yaitu
1.  Aspek Sosial politis
Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan oleh Team Konservasi Energi maka total penggunaan energi listrik pada 102 unit kerja dilingkungan Depdiknas       adalah sekitar 85.000.000 kwh/tahun, jumlah ini tidak termasuk konsumsi energi untuk lembaga pendidikan dari TK s/d SLTA. ( sumber : Bagian Proyek       Pelaksanaan Konservasi Energi ). Apabila kegiatan konservasi dilaksanakan dengan baik maka diasumsikan penghematan yang didapat mencapai 25 % atau       sebesar 21 juta kwh. Dengan penghematan sebesar ini maka dapat dimanfaatkan dengan mendistribusikan kepada masyarakat didaerah lain atau daerah       terpencil yang selama ini belum pernah mengenyam energi listrik. Apabila asumsi kebutuhan listrik per KK 450 VA dengan pemakian 60 KWH perbulan atau      720 Kwh/thn maka penghematan sebesar 21 juta Kwh/th tersebut dapat memenuhi kebutuhan masyarakat sebanyak 29.000 KK. Secara politis penghematan      yang dicapai sebesar 21 juta Kwh/th apabila dikonversikan kedalam rupiah adalah sebesar 3,8 milyar /tahun. Penghematan sebesar itu seandainya      didistribusikan untuk pengentasan kemiskinan melalui program IDT dapat mensuplai sebanyak 190 desa tertinggal ( @ 20 juta ).
2.  Aspek Ekonomis
Untuk dapat terlaksananya program konservasi energi maka diperlukan sejumlah dana diawal kegiatan, sementara nilai manfaat belum dapat dirasakan,       namun pada kurun waktu tertentu akan terjadi titik impas ( Break Even point=BEP ) antara sejumlah dana yang diperlukan dengan total penghematannya.       Sehingga untuk masa selanjutnya total penghematan akan lebih besar disbanding dengan dana yang dikeluarkan.
3.  Aspek Teknis
Peralatan hemat energi biasanya diproduksi dengan teknologi tinggi dan peralatan tersebut memiliki usia pakai lebih lama serta mempunyai nilai jual yang      lebih tinggi dibanding peralatan yang konventional. Pada masa lalu masyarakat memilih peralatan-peralatan yang menggunakan energi listrik hanya      berorentasi pada harga yang murah dengan kualitas sama tetapi mengabaikan efisiensi energinya. Namun saat ini kondisinya
4. Aspek lingkungan
Program konservasi energi apabila dilaksanakan secara benar dan sungguh-sungguh maka akan berdampak positif terhadap lingkungan kerja maupun      lingkungan hidup. Sebagai cotoh apabila suatu gedung/kantor yang setting ( pengaturan ) AC nya terlalu dingin ( 20 C ) akan mengurangi kenyamanan bagi      karyawan yang berada didalamnya karena untuk alam tropis seperi di Indonesia tingkat kenyamanan suhu adalah berkisar antara 25 s/d 26C. sehingga      para karyawan yang berada pada gedung tersebut akan menggiggil kedinginan akibatnya produktivitasnya menurun. Padahal dengan setting AC yang begitu      rendah ( 20 C ) membutuhkan energi listrik yang cukup tinggi disbanding dengan setting 25 C. Begitu pula apabila distribusi udara segarnya kurang dari      standar yang ditentukan, disamping akan berakibat boros energi juga akan berakibat para pegawai pada gedung tersebut mengalami pusing-pusing, influenza      ataupun stress, kejadian ini terjadi pada gedung Bursa efek Jakarta ( sumber Bagpro koservasi energi Depdiknas 2001). Demikian pula dengan lampu      penerangan yang sudah terstandarisasikan sehingga penggunaannya tidak boleh melebihi dari standar yang diijinkan karena akan terjadi pemborosan namun      jangan sampai kurang, karena akan terganggunya kesehatan mata.
Secara makro dapat pula dikatakan apabila penghematan energi dilaksanakan secara efektif maka sumber energi yang sudah mengalami kekritisan seperti      minyak bumi dapat diperpanjang usia pakainya tapi bukan berarti sumber-sumber energi yang lain tidak perlu dihemat. Karena hal ini akan berdampak luas ,      tidah hanya dibumi Indonesia namun juga dinegara-negara lain diseluruh dunia.
Untuk melaksanakan kebijakan konservasi energi maka pemerintah RI telah menetapkan kebijakan melalui Instruksi Presiden No. 9 tahun 1982 tanggal 7      April 1982 dan Keputusan Presiden No. 43 tahun1991 tanggal 25 September 1991 tentang Konservasi Energi. Sebagai tindak lanjut Inpres dan Kepres diatas      maka muncullah berbagai keputusan antara lain :

1.     Kepmentamben / ketua BAKOREN No. 100.K/48/M.PE/1995 tentang Rencana Induk Konservasi Energi Nasional ( RIKEN ) yang isinya anatara lain :
a. Mengintegrasikan pengetahuan Konservasi Energi kedalam kurikulum sejak tingkat pendidikan dasar.
b. Menugaskan kepada perguruan tinggi untuk melakukan penelitian tentang konservasi energi.
c. Melakukan program percontohan pemasangan peralatan dan proses hemat energi digedung atau kantor dilingkungan Depdiknas.
2.    Kepmentamben No. 93/Kpts/M/Pertamben/ 1983 tentang buku pedoman tentang cara-cara melaksanakan konservasi energi dan pengawasannya.
3.    Inmendikbud No.3/P/1984 tentang Pelaksanaan Konservasi Energi dan pengawasannya dilingkungan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
4.    Standar Nasional Indonesia ( SNI ) tentang tata cara perancangan konservasi energi pada bangunan gedung.
Standar Nasional Inonesia ( SNI ) dibuat oleh Departemen Pendidikan Nasioanl agar dapat digunakan sebagai petunjuk dilapangan dalam rangka            pelaksanaan implementasi konservasi energi dilingkungan Depdiknas.

Untuk mengatasi masalah tunggakan diatas maka Depdiknas menggalakkan program konservasi energi yang implementasinya secara intensif dimulai pada tahun 1991. Pelaksanaan kegiatan konservasi energi dilakukan melalui Bagian Proyek Pelaksanaan Efisiensi Energi pada Biro Umum Sekertariat Jendral Depdiknas. Untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas serta membantu tugas dan tanggung jawab Mendiknas maka dibentuk Tim Konservasi Energi Depdiknas tingkat Pusat (TKEDP ) dengan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional no. 86/P/2002, tanggal 4 Juni 2002. menurut Kepmen tersebut diatas memiliki sasaran :
1. Terwujudnya Budaya hemat energi bagi setiap aparat dan peserta didik dilingkungan depdiknas.
2. Terwujudnya penggunaan sumber energi secara efisien, efektif, dan rasional sesuai dengan kebutuhan.