JANGAN AMBIL LISTRIKU(IMF & WORLD BANK)

Banyak kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia yang banyak menuai kontroversi dan mengundang polemik berbagai kelompok. Salah satunya adalah kebijakan restrukturisasi industri ketenagalistrikan, yang telah dituangkan dalam Undang-Undang No 20 tahun 2002. Inti dari undang-undang tersebut adalah penerapan kebijakan deregulasi, liberalisasi dan privatisasi.

Dalam beberapa paradigma bahwa campur tangan Negara dibidang ekonomi menciptakan inefisiensi dan mengakibatkan pengelolaan yang buruk di beberapa BUMN. Dengan deregulasi, liberalisasi dan privatisasi dipercaya akan dapat menurunkan harga listrik sehingga membawa keuntungan bagi konsumen, disamping itu dapt mendorong investasi-investasi baru di industri kelistrikan.

Dalam teori ekonomi pasar

  1. Persaingan usaha yang sehat akan menciptakan peningkatan kualitas barang /jasa karena mereka berlomba-lomba untuk menarik konsumen dengan harga yang rendah dan kualitas yang terbaik. Banyak sekali pengalaman restrukturisasi bidang kelistrikan mengalami kegagalan
  2. Pasar yang kompetitif akan menghasilkan barang/jasa yang ditawarkan oleh pelaku usaha dengan pilihan harga dan kualitas yang bermacam-macam. Setiap orang (konsumen) mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda baik itu kemampuan daya beli maupun selera. Oleh karena itu para produsen tentunya harus tanggap tehadap situasi tersebut sehingga mereka menciptakan produk-produk yang sesuai dengan kemampuan dan keinginan konsumen. Dengan kondisi tersebut konsumen mempunyai banyak pilihan dalam membeli barang/jasa secara bebas tanpa paksaan.
  3. Dengan persaingan yang sehat para produsen berlomba-lomba berinovasi untuk menciptakan produk yang berkualitas yang di minati oleh konsumen. Inovasi akan berkembang terus dengan terciptanya persaingan bebas.

Dinegara berkembang restrukturiasi ketenagalistrikan lebih disebabkan oleh dorongan negara donor dimana lembaga tersebut berisi lembaga-lembaga yang pro pasar dan sejumlah elite ekonomi pro pasar. Mereka berusaha untuk mengembangkan usaha dengan cara masuk kedalam sistim politik negara-negara berkembang untuk menguasai pasar. Dalam bidang komoditas ekenomi lain teori tersebut dapat berjalan dengan baik akan tetapi berbeda dengan sektor energi.

Beberapa perbedaannya adalah

(1) Listrik dan industri ketenagalistrikan mempunyai karakteristik yang sangat berbeda dengan komoditas lain. Energi listrik ditidak dapat disimpan secara permanent oleh karena itu sekali diproduksi harus segera dimanfaatka. Industri listrik sangat padat modal, teknologi yang dipakai relative tinggi dan untuk menyediakannya butuh waktu yang lama. Karakteristik ini menyebabkan tidak semua jenis usaha dapat dengan mudah memasok listrik untuk kepentingan umum.

(2) Industri ketenagalistrikan yang terdiri dari pembangkit, transmisi dan distribusi serta penjualan merupakan satu kesatuan yang saling terkait untuk menciptakan system produksi dan distribusi yang handal dan efisien.

(3) Mekanisme kompetisi pasar bidang kelistrikan akan mudah mengalami kegagalan karena tidak ada pasar bidang energi yang sempurna. Kegagalan ini disebabkan terutama gagalnya badan pengatur bidang industri ketenagalistrikan tidak dapat mendeteksi secara dini kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh pelaku usaha.

Bebapa pengalaman dinegara-negara yang sudah melakukan restrukturisasi mengalami kegagalan bahkan menciptakan kerugian yang sangat besar bagi Negara dan implikasinya berimbas kepada konsumen (rakyat banyak). Bahkan menyebabkan terjadinya PHK rata-rata sebesar 30-60% dibandingkan tenega kerja sebelumnya. Sedangkan yang diuntungkan adalah para pemilik perusahaan listrik yang menikmati keuntungan financial yang besar dari privatiasi. (Hall, 1999) ini menjadi bukti bahwa program-program yang dibawa oleh lembaga donor bukan lagi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat tetapi merupakan program yang dibawa oleh elit ekonomi dan lembaga-lembaga pro pasar yang menguasai lembaga donor.